Ketua KPAI Hadi Supeno mengatakan, penjara anak sebaiknya diganti dengan pusat rehabilitasi sosial. "Penjara bukan tempat yang tepat bagi anak karena selain akan mematikan tumbuh kembang, penuh dengan budaya kekerasan, diskriminatif, serta bersifat labelisasi terhadap anak dengan sebutan mantan narapidana," ujar Hadi Supeno, di Jakarta, Rabu (22/9/2010).
Juliet's Words : Ini bukan pertama kalinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyerukan kepada pemerintah untuk menghapuskan penjara anak. KPAI sudah pernah mengemukakan ide ini pada peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli.Usulan ini dikemukakan kembali sehubungan dengan RUU Peradilan anak yang akan segera dibahas di DPR.
KPAI menawarkan perubahan paradigma dalam penanganan kasus hukum yang melibatkan anak. Pertama, pelaksanaan peradilan anak mandiri, tidak berada di bawah peradilan umum. Kedua, pelaku yang masih di bawah umur harus dilihat sebagai korban, yakni korban dari lingkungan sosial dan perlakuan orang dewasa. Ketiga, hukuman pada anak harusnya hanya tindakan, dan bukan tindakan pidana. Keempat adalah pendekatan pendekatan restorative justice (penekanan pada pemulihan atas korban sebagai akibat dari perbuatan kriminal) dan diversi (pengalihan hukuman) harus dikedepankan daripada pendekatan hukuman formal.
Menurut saya, ada beberapa faktor yang dapat dijadikan pertimbangan tidak perlunya penjara bagi anak Indonesia :
1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Anak yang tinggal di penjara atau lembaga tidak bisa hidup normal seperti anak pada umumnya. Tidak ada belaian kasih sayang orang tua, bermain dan bercengkrama dengan teman sebaya yang merupakan tugas perkembangan yang harus dilalui oleh setiap anak. Berangkat ke sekolah dengan wajah ceria karena akan berkumpul dengan teman-teman, guru dan mendapat pelajaran yang bermanfaat untuk masa depannya.
Semua pupus, yang tersisa cuma dinding penjara, wajah sedih dan ketakutan. Sederet peraturan dan pengawasan dari sipir penjara yang jenuh dengan kerjaannya sehingga bisa berbuat semena-mena terhadap anak. Anak akan selalu menjadi objek dan korban tindakan orang dewasa.
Keluar dari penjara, anak akan mengalami gangguan psikis dan trauma dengan apa yang pernah dijalaninya. Tragedi ini akan selalu membekas dan meninggalkan cerita menyeramkan yang menghantui perjalanan hidup anak. Penahanan sehari atau berapapun lamanya tidak bisa disembuhkan dalam watu seminggu atau setahun. Dia akan selalu membekas seumur hidupnya. Apalagi selama penahanan dan dalam penjara anak mengalami kejadian yang menakutkan, kekerasan, eksploitasi, pelecehan, intimidasi dan sebagainya yang menyebabkan anak trauma, maka lengkaplah penderitaan dan luka yang dialami oleh anak.
2. Penjara atau lembaga merupakan sekolah kriminal bagi anak.
Bukan rahasia umum bahwa penjara menjadi sekolah kriminal bagi anak. Kapanlagi.com menuliskan bahwa hukuman penjara terhadap anak pelaku tindak kriminal justru mendorong meningkatnya angka kriminalitas yang dilakukan anak. Odi Shalahuddin dari SAMIN ketika diwawancarai ANTARA menyebutkan “Kecenderungan itu akibat selama di dalam penjara seorang anak di campur dengan narapidana (napi) anak lainnya, dan bahkan terkadang dengan napi orang dewasa pelaku kriminal”
Anak yang masuk penjara karena mencuri makanan atau berkelahi, selanjutnya dalam penjara bertemu dengan anak atau orang dewasa yang sudah terampil melakukan tindak kriminal, maka anak akan menyerap semua informasi dan pengalaman yang dimiliki oleh teman sepenjaranya, sehingga ketika keluar dari penjara, anak tersebut mampu melakukan tindakan kriminal yang lebih besar seperti pengedar narkoba, penodongan, perampokan, pembunuhan dan sebagainya.
Ketika anak tertangkap dan masuk penjara lagi, dianggap sekolah lanjutan, karena masih bisa tertangkap, berarti ilmunya masih kurang dan perlu meningkatkan pelajaran di penjara. Demikian seterusnya sampai anak menginjak dewasa. Penjara menjadi tempat penempaan ilmu kriminal bagi anak.
Di penjara disediakan bimbingan, pembinaan, keterampilan dan pelatihan, proses yang harus dilalui anak mungkin tidak semudah belajar ilmu kriminal dengan sesama penghuni penjara dan hasil yang akan didapatkan tidak sebesar jika anak melakukan tindakan kriminal setelah keluar penjara. Tanpa memungkiri bahwa ada anak yang tersadarkan atau memiliki keterampilan setelah keluar penjara, namun perlu dilakukan penelitian dan evaluasi terhadap dampak positif dan negatif bagi anak yang pernah menjalani hukuman penjara.
3. Dana penjara atau lembaga dapat digunakan untuk membangun Anak Indonesia
Menurut Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Untung Sugiyono, biaya lauk pauk Rp. 8.500/hari di luar beras karena beras disediakan tersendiri. Jika kita menggunakan data tahun 2009, tahanan anak sebanyak 1.993 orang ditambah anak didik binaan 2.536 orang, total sebanyak 4.529 orang x Rp. 8.500/hari = Rp. 38.496.500, setahun Rp. 14.051.222.500, belum termasuk beli beras, pakaian, peratalan mandi, listrik, air, biaya bangunan, pegawai dan seterusnya.
Jika dana yang besar ini dialihkan untuk memenuhi kebutuhan anak Indonesia yang sampai saat ini belum bisa teratasi karena alasan pembiayaan seperti kesehatan, gizi buruk, pendidikan dan permasalahan anak lainnya, maka dana ini sangat bermanfaat untuk memabangun anak Indonesia yang kuat dan bermartabat dari pada membiayai pejara anak.
Hukuman Alternatif selain Penjara
Sesuai dengan aturan dalam UU No. 3 tahun 1997 dan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak, alternatif pertama adalah mengembalikan anak ke orang tua dengan segala konsekuensi dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh orang tua karena anak adalah tanggung jawab orang tua. Bentuk tanggung jawab orang tua bisa berupa denda atau ganti rugi terhadap korban atau pihak yang dirugikan atau melakukan bimbingan dan pembinaan terhadap anak atau menjalani kewajiban sesuai dengan putusan pengadilan. Jika kesalahan anak sulit untuk ditoleransi, maka hukuman penjara pada anak sesuai dengan putusan pengadilan dapat dialihkan ke orang tua dengan dasar bahwa anak adalah tanggung jawab orang tua.
Bentuk lain dari hukuman yang dapat diberikan kepada anak adalah menjalankan tugas sosial seperti yang sudah diterapkan di Malaysia, anak menjalani tugas sosial sesuai dengan putusan pengadilan, sedangkan anak tetap tinggal bersama orang tuanya. Tugas sosial dapat berupa pekerjaan yang tidak membahayakan anak dan tetap menyisakan waktu untuk kepentingan tumbuh kembang anak, khususnya sekolah dan istirahat.
Jika anak membahayakan berada di rumah atau di masyarakat karena gangguan mental atau perilaku yang menyimpang, pemerintah wajib menyediakan pusat rehabilitasi yang dikelola oleh Kementerian Sosial. Rehabilitasi berorientasi pada kepentingan terbaik bagi anak, bukan hanya sekedar pengalihan hukuman penjara ke panti rehabilitasi yang cenderung mengabaikan kepentingan terbaik bagi anak. Panti rehabilitasi dapat meminimalisir pengaruh seperti yang disandang oleh anak keluar dari penjara.
The end of Juliet's Words : Penjara atau tahanan atau lembaga pemasyarakatan atau apapun namanya, tetap merupakan tempat yang paling menakutkan karena penjara akan merampas kebebasan seseorang. Jika ada yang bilang enak hidup di penjara; makan gratis, tidur gratis, dan tidak perlu bekerja, semua tersedia cuma-cuma, ungkapan itu lebih sering diungkapkan oleh orang yang belum pernah masuk penjara sehingga tidak pernah merasakan bagaimana perasaan seseorang ketika kebebasannya dirampas. Saya tidak termasuk orang yang pernah menjalani hidup di penjara. Namun saya pernah membaca di sebuah artikel bahwa ada seorang anak penghuni lapas mengatakan, "Kemerdekaan lebih mahal daripada fasilitas penjara. Lebih baik kelaparan di luar daripada hidup di penjara." Nah, semoga saja RUU Sistem Peradilan Anak benar-benar akan mengganti hukuman penjara dengan hukuman alternatif.
anak2 itu adalah karunia dari Tuhan. Harusnya negara juga ikut menjaga agar mereka memiliki masa depan yang cerah. Saya setuju dengan rencana penghapusan ini. Semoga setelah tidak ada penjara anak maka anak yang sedari kecil sudah menjadi kriminal. Untuk pendidikan anak seharusnya orang tua dan guru bekerjasama untuk mendidik anak bukannya memarahi ketika melakukan kesalahan.
BalasHapussaya berpikiran sama nih,, anak2 yang melakukan tindak kejahatan seharusnya tidak dipenjara, melainkan dicari jalan keluar lain baginya. benar sekali bahwa orang tua merupakan penanggung jawab utama bagi anak, dan berkewajiban untuk maju duluan kalau anaknya dalam masalah. pengalihan dari hukuman penjara ke tugas sosial (anak tetap tinggal di rumahnya) seperti yang dilakukan Malaysia sepertinya lebih baik daripada memasukkan anak ke pusat rehabilitasi. yang mesti lebih waspada dan disiplin sebenarnya adalah orang tuanya. jika di pusat rehabilitasi, anak akan dididik oleh orang lain dan kemudian keluar dari sana dengan jalan pikiran yang dibentuk oleh team dari pusat rehabilitasi yang belum tentu sama dengan ajaran orangtuanya. dikhawatirkan nanti pengertian antara si anak dan orangtua akan terganggu.
BalasHapusjadi, menurut saya seharusnya orang tuanya yang belajar bagaimana cara menghadapi dan membentuk anak ini sesuai dengan jiwanya.
jika si anak tidak memiliki orang tua atau orang tuanya tidak mampu (tidak mau, tidak peduli, dll) maka barulah dirujuk ke pusat rehabilitasi. :( kasihan ah...
Dilihat dari sumber masalahnya,, setiap anak menjadi tidak baik pasti ada alasannya,, begitu juga anak yang baik.
BalasHapusOleh karena itu yang harus kita perhatikan bukan anak itu sendiri,tetapi lingkungan yang membentuk, bisa dari keluarga teman atau masyarakat lain. Percuma jika dilakukan rehab apalagi penjara, klau setelah itu mereka kembali ke lingkungan asal, dan kembali lagi ke proses pembentukan ke hal2 yang buruk.